Public
educator merupakan salah satu ideologi dalam pendidikan
matematika. Ibid dalam Wilding (2009: 80) menyatakan bahwa munculnya ideologi public educator dilatar belakangi oleh
adanya tren tradisi yang memperhatikan demokrasi dan persamaan sosial sejak
tahun 1800. Paul Ernest dalam Wilding (2009: 80) menyatakan bahwa ideologi ini
dapat dicapai melalui pengembangan berpikir kritis. Dinyatakan pula bahwa tujuan
dari ideologi public educator adalah
memberdayakan masing-masing individu melalui pendidikan. Selain itu, tujuan
dari ideologi ini tidak hanya membentuk masyarakat yang demokratis, namun juga
memberdayakan siswa dan mendorong otonomi.
Apabila diterapkan
dalam pembelajaran matematika, ideologi public
educator mengarah pada paham konstruktivisme. Keterlaksanaan pembelajaran
matematika yang ada ditujukan dari siswa, oleh siswa, dan untuk siswa. Dalam
hal ini, dapat diartikan bahwa siswa berperan aktif dalam pembelajaran
matematika sehingga konsep matematika yang diperoleh lebih bermakna bagi siswa.
Penerapan ideologi public educator
dalam pembelajaran matematika menciptakan suatu pembelajaran matematika yang
berpusat pada siswa atau student-centered.
Hal ini sejalan dengan pendapat Paul Ernest dalam Marsigit (2013) yang
menyatakan bahwa siswa diumpamakan seperti benih yang diberikan kesempatan untuk
tumbuh dengan cara masing-masing.
Siswa diberikan
kesempatan untuk memperoleh konsep matematika dengan cara mereka masing-masing.
Dengan kata lain, siswa menemukan pengetahuan-pengetahuan matematika melalui
pengalaman maupun melalui permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Hal
ini dikarenakan siswa akan lebih mudah belajar melalui sesuatu yang konkret di
lingkungan sekitar siswa. Melalui permasalahan nyata dalam kehidupan
sehari-hari, siswa melakukan penyelidikan-penyelidikan, kemudian
menterjemahkannya sehingga diperoleh suatu konsep matematika.
Dalam mempelajari
konsep matematika melalui permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari, siswa
diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan siswa lain sehingga siswa dapat
saling belajar maupun berbagi pengetahuan satu sama lain. Masing-masing siswa
dapat saja membahas suatu permasalahan yang sama dan dapat pula membahas suatu
permasalahan yang berbeda. Dengan kata lain, akan terdapat berbagai masalah
maupun jawaban yang bervariasi. Meski begitu, guru tetap memantau dan
mengarahkan ketika siswa masih mengalami kesulitan ataupun melakukan suatu hal
yang kurang tepat. Hal ini menunjukkan salah satu peran guru, yaitu sebagai
fasilitator.
Peran guru sebagai
fasilitator berarti bahwa guru berusaha untuk memfasilitasi siswa dalam
pembelajaran matematika dengan sebaik mungkin. Guru dapat memfasilitasi siswa
dengan cara memilih metode mengajar, sumber mengajar, dan teaching aid yang bervariasi serta sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Sebagai fasilitator dalam pembelajaran matematika, guru hendaknya
memiliki kesadaran bahwa masing-masing siswa memiliki kemampuan yang
berbeda-beda. Begitu halnya ketika guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mempelajari suatu konsep matematika. Sehingga pada saat melakukan proses
penilaian, guru lebih menekankan kepada proses yang ditempuh siswa.
Penilaian yang
menekankan pada proses berarti bahwa guru melakukan penilaian pada saat awal
pembelajaran, sedang pembelajaran, maupun di akhir pembelajaran. Dengan kata
lain, penilaian dilakukan secara terus-menerus. Salah satu contoh bentuk
penilaian yang mengutamakan pada proses adalah melalui portofolio. Melalui
portofolio, guru dapat melihat perkembangan siswa dalam suatu periode waktu
tertentu. Menurut Sumaji dkk (2002) dalam Lucy (2012) disebutkan bahwa
penilaian portofolio meliputi penilaian pada buku catatan yang dimiliki siswa,
lembar kerja siswa, tugas terstruktur, serta tugas mandiri siswa.
Penerapan ideologi public educator salah satunya dalam
pembelajaran matematika dapat membuat pembelajaran matematika lebih bermakna
bagi siswa. Selain itu, siswa dilatih untuk terbiasa berpikir kritis, mandiri,
serta tidak bergantung pada guru. Apabila ideologi ini diterapkan dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan, terbentuk suatu kebiasaan baik pada
masyarakat misalnya terbiasa berpikir kritis, mandiri, serta tidak mudah
tergantung pada orang lain. Dengan demikian, akan terbentuk masyarakat yang
dinamis yang dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin maju.
Sumber:
Lucy Dewan
Yulianto. (2012). Didactical Assesment
for Realistic Mathematics Education. Diakses dari http://luvinisme.blogspot.com/2012/12/didactical-assessment-for-realistic.html.
pada tanggal 13 November 2013, Jam 05.10 WIB.
Marsigit. (2013). Peta 2-Peta Pendidikan Dunia-Dibuat oleh
Marsigit dari Paul Ernest. Diakses dari http://powermathematics.blogspot.com/2012/11/peta-2-peta-pendidikan-dunia-dibuat.html.
pada tanggal 13 November 2013, Jam 05.00 WIB.
Welding, Erin
Cecilia & Martin. (2009). Paul
Ernest’s Social Constructivist Philosophy of Mathematics Education. Diakses
dari http://books.google.co.id/books?id=S7Gg6dGYujkC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false.
pada tanggal 12 November 2013, Jam 21.00 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar